Langsung ke konten utama

Ikhlas :)

Pas jalan-jalan di linimasa twitter, dan nemu ini di akun @kupinang yang tak lain dan tak bukan adalah akun milik Ust. Mohammad Fauzil Adhim... Hihihi. Semoga bermanfaat bagi semuanya. :)

Oleh: Ust. Mohammad Fauzil Adhim


Inilah Sufyan bin Sa'id Ats-Tsauri, seorang ulama hadis yang sangat berpengaruh. Keutamaannya dalam ilmu hadis membuat Yahya bin Ma'in dan beberapa ulama lainnya memberi julukan "Amirul Mukminin fil Hadits". Hanya dua orang yang pernah mendapat julukan tersebut, satu lagi adalah Malik bin Anas, meskipun keduanya bukanlah orang yang menyukai gelaran-gelaran hebat yang disematkan kepadanya. Ini merupakan gelaran yang dikatakan orang atas dirinya, bukan dianugerahkan kepadanya lalu diterima dengan hati bangga.

Sufyan Ats-Tsauri rahimahullah Ta'ala pernah mengingatkan kita, ”Tidaklah aku obati sesuatu yang lebih berat daripada mengobati niatku, sebab ia senantiasa berbolak-balik pada diriku.”

Apa maknanya? Tidak ada yang lebih berat dalam beramal melebihi urusan menata niat. Sesungguhnya sebaik-baik niat adalah yang ikhlas, yakni memaksudkan amal dan ibadah semata-mata hanya untuk meraih ridha Allah subhanahu wa ta'ala. Satu hal yang perlu kita garis bawahi di sini adalah, ikhlas itu berkait dengan sesuatu yang kita lakukan, kita perbuat, bukan sesuatu yang menimpa kepada kita. Adapun perbuatan atau tindakan tersebut kita kerjakan hanya untuk meraih ridha Allah 'Azza wa Jalla. Maka jika ada hal tak menyenangkan yang menimpa kita, urusannya bukanlah soal ikhlas. Bukan. Sama sekali tak berkait dengan keikhlasan.

Nasehat Sufyan Ats-Tsauri rahimahullah ini mengingatkan kita pada perkataan seorang ulama besar yang masyhur, yakni Yahya bin Katsir. Beliau berkata, ”Belajarlah niat karena niat lebih penting daripada amal.”

Mengapa niat lebih penting daripada amal? Sebabnya, niatlah yang menentukan nilai amal. Niat yang baik menjadikan amalan yang tampak kecil dan ringan bernilai sangat berat dan mulia di sisi Allah subhanahu wa ta'ala. Niat buruk tak menjadikan seseorang memperoleh dosa karena belum dicatat sebagai keburukan, sementara niat baik sudah mendapat pahala dan bertambahlah apabila niat baik tersebut diwujudkan dalam perbuatan. Tetapi niat yang sungguh-sungguh ingin kita wujudkan atau disebut shiddiqun niyah (niat yang jujur) akan mengantarkan kepada dosa jika itu keburukan, meski tak sampai melakukan, atau pada pahala. Keduanya --dosa maupun pahala-- sebesar orang yang melakukannnya. Na'udzubillahi min dzaalik.

Berkenaan dengan kedudukan ikhlas, mari kita perhatikan nasehat Yusuf bin Al Husain Ar-Razi rahimahullah, ”Sesuatu yang paling sulit di dunia ini adalah ikhlas. Betapa sering aku berusaha mengenyahkan riya’ dari dalam hatiku, namun sepertinya ia kembali muncul dengan warna yang lain.”

Perkataan Yusuf Ar-Razi rahimahullah ini sekali menunjukkan betapa sulitnya meraih ikhlas dan menjaganya agar tetap bersih. Maka, mendidik niat dan berusaha membenahinya merupakan hal yang sangat penting. Begitu kita meremehkan, maka kita akan tergelincir kepada buruknya niat; merasa tak bermasalah, padahal amat perlu ditangisi. Bukankah yang menyebabkan seorang mujahid yang mati saat berjihad justru terjerumus ke dalam api neraka adalah bersebab salah niat? Bukankah yang menyebabkan ahli sedekah masuk neraka juga karena rusaknya niat?

Terkait hal ini, silakan baca kembali tulisan terdahulu bertajuk Salah Sedekah Masuk Neraka.

Maka, alangkah mengherankan ketika ada sebagian penceramah yang memudah-mudahkan soal ikhlas. Seseorang di antaranya berkata, "Ikhlas itu sulit atau mudah?"

Para mustami'in (audiens) hening sejenak. Kemudian ustadz tersebut berkata, "Mudah atau sulit, tergantung persepsi kita."

Dheggg... Mendengarkan perkataan yang menempatkan persepsi sebagai penentu paling penting, segera mengingatkan saya pada keyakinan dasar di salah satu cabang New Age Movement (NAM) yang berupa pelatihan. Tetapi saya bersangka-baik kepada Ustadz tersebut. Saya kesampingkan dulu risau saya ini. Kalaulah beliau ini terpengaruhi oleh salah satu keyakinan NAM, semoga itu semata karena ketidaktahuannya. Meski demikian, andai kita menempatkan keyakinan bahwa sebaik-baik perkataan adalah kalamuLLah dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Rasulullah shallaLlahu 'alaihi wa sallam, sepatutnya hal itu tidak terjadi.

"Kalau kita menganggap mudah, ikhlas itu jadi mudah. Tapi kalau kita menganggap sulit, kita akan sulit ikhlas," katanya melanjutkan, "Betul tidak?"

"Coba saya mau tanya, kalau suatu hari ibu-ibu dihadang perampok di tengah jalan dan mereka mengancam akan membunuh jika tidak mau menyerahkan uang di dompet ibu, kira-kira milih ikhlas atau tidak?" kata Ustadz ini meneruskan penjelasannya.

Saya tersentak, meski memilih untuk tetap diam. Ini bukanlah yang pertama orang mengambil contoh tentang ikhlas, tetapi sebenarnya tidak berhubungan dengan masalah keikhlasan sama sekali. Mari kita ingat sejenak bahwa ikhlas itu adalah melakukan sesuatu semata hanya untuk memperoleh ridha Allah Ta'ala. Adapun jika kita ditimpa suatu keadaan atau kejadian, maka urusannya berkait dengan ridha (rela, senang hati, menerima dengan lapang). Kita ridha atau tidak dengan tindakan tersebut.

Kasus perampokan yang diilustrasikan tersebut misalnya, bisa saja seseorang memilih tidak melawan, tapi itu bukan karena ridha hartanya dirampok. Ia membiarkan uangnya dirampas semata untuk menghindari kejahatan lebih besar. Dalam hal ini, jangankan ikhlas, ridha pun tidak. Ia tidak merelakan hartanya dirampok, meskipun memilih tidak melawan. Justru salah kalau ia ridha terhadap kejahatan. Ia memang harus (setidaknya belajar untuk) ridha terhadap takdir yang menimpanya, tapi bukan meridhai perampokan.

Alhasil, meski yang dibahas oleh ustadz tersebut berkaitan dengan ikhlas, tetapi sebenarnya tidak berkaitan dengan ikhlas sama sekali. Sejauh ini, saya belum pernah mendapatkan contoh pembahasan yang benar-benar relevan dari para pembicara terkini yang memudah-mudahkan ikhlas. Umumnya ketika meyakinkan bahwa ikhlas itu sangat mudah, yang dicontohkan adalah berkait dengan ridha. Itu pun tidak menyentuh substansi ridha. Sebagaimana ilustrasi pilihan sikap saat menghadapi perampokan, bisa saja seseorang memutuskan tidak melawan, tapi sama sekali rela dan senang hati menyerahkan hartanya secara paksa.

Semoga catatan ini bermanfaat. Semoga kita dapat senantiasa bercermin kepada para salafush-shalih dan mengambil pelajaran dari perkataan mereka. Sesungguhnya mereka lebih dekat dengan mata air agama ini, yakni Rasulullah shallaLlahu 'alaihi wa sallam yang padanya Al-Qur'an diturunkan dan darinya kita mengambil sunnah.

Wallahu a'lam bish-shawab.

Repost: Onna
@homey, 290914 13:57

Postingan populer dari blog ini

Terimakasih

Terimakasih Ucapan yang di sampaikan atas dasar kebaikan yang telah seseorang berikan kepada kita, baik berupa pertolongan maupun pemberian. Namun jarang sekali menemui seseorang berterimakasih atas dasar perlakuan buruk seseorang kepada kita ya? Boro-boro bilang makasii, melipir sambil diem aja udah untung yesh. :p Padahal pada dasarnya semuanya baik. Kenapa dasarnya baik? 👇 Misal aja nih... Bisa jadi kita meminta kepada Allah agar kita memiliki hati yang lapang dan ikhlas. Ndak mungkin donk kalau kita ujug² ikhlas dan berhati lapang kalau ndak di kasih 'pelajaran-pelajaran' berharga dulu dari ujian kehidupan? Ibaratnya harapan² itu seperti berlian, pastilah kelihatan berkilau baik ketika sudah di tempa panas maupun belum. Namun ketika sudah di tempa panas, bentuknya akan lebih cantik lagi... lebih berkilau lagi... dan pastinya lebih bernilai tinggi. Kalau kata paksu, niat itu nilainya 1. Dan kalau di aktualiasi jadinya bernilai 10. . Niat kita agar hati kita lapang d

Hati ini milik Allah... <3

Hai hati, apa kabarmu hari ini? Aku berharap engkau sebaik yang aku inginkan... Bahkan lebih dari itu... Nice! I got my true feelings... Im hurt. Cause this missing piece. Hey, you over there, have you feel the same feelings like me? Sudahhh... Aku memang perlu untuk harus menganggap waktu dan jarak hanya sekedar angka. Bukan lagi sebagai kerangka yang membuatku semakin tua dalam hitungan angka itu, kan? Sisa waktu long distance semakin tipis saja, itu tandanya temu akan segera tergapai. Tapi jangan lupakan... Itu pula tanda long distance relationship ini semakin lama kita nikmati. Sebagaimana roti yang harus kita nikmati dengan selainya, entah coklat, susu, kacang, atau sekedar madu. Begitupula hubungan ini. Hak sepenuhnya ada di tanganmu, sayang. Harapku tak rumit. Hanya inginkan semua baik-baik saja, sampai berujung temu yang bukan sekedar harapku. Tapi juga harapmu. So? Will you go in chance make it come true? Or you just wanna make it enjoy by your side only? Entahlah. Hati in