Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Mei, 2015

Katakan Tidak pada Anak

Oleh: Mohammad Fauzil Adhim Tidak sah syahadat tanpa mengucap kata tidak.  Bermula dari kata tidak, perubahan besar bisa terjadi, dari kafir menjadi Muslim. Bermula dari kata tidak, sebuah risalah yang dibawakan oleh Nabi Muhammad  Shallallahu ‘alaihi wa Sallam  (SAW) telah mengubah jazirah Arab yang jahiliyah menjadi kekuatan yang disegani dan mencerahkan. Bermula dari kata tidak, ada yang sebelumnya tampak tidak mungkin, menjadi kenyataan yang mengagumkan. Budak-budak dan orang tak berpunya yang awalnya dihinakan oleh manusia, sekarang telah berdiri dengan gagah di depan para raja dan kaisar tanpa gemetar sedikit pun kakinya. Bermula dari kata tidak, rasa rendah diri telah berubah menjadi percaya diri luar biasa tatkala berhadapan dengan para pembesar. Mereka tidak minder, tidak pula sombong.   Adakalanya kata tidak bisa diganti dengan ungkapan lain. “Tidak boleh buang sampah sembarangan” bisa kita tukar dengan kalimat “buanglah sampah pada tempatnya”. Kalimat kedua lebih jelas ma

Hari-hari Mendatang Anak Kita, :)

Oleh: Mohammad Fauzil Adhim Apakah tantangan yang kita hadapi berbeda dengan tantangan yang dihadapi orang-orang sebelum kita? Sekilas mungkin ya, tetapi jika kita mau mencermati lebih jauh, rasanya tak ada perubahan yang bersifat prinsip. Hari ini sebagian orangtua mungkin sedang resah oleh hiruk-pikuk pornografi yang beredar melalui perangkat elektronik di sekitar kita. Tetapi jika kita mau jujur, generasi sebelum kita juga menghadapi tantangan serupa dalam mendidik anak-anak mereka. Hanya saja bentuknya beda. Sekarang sebagian anak menyaksikan pornografi melalui HP, sedangkan dulu melihat di sungai-sungai atau pemandian umum.   Apakah situasi zaman kita benar-benar sangat berbeda dibanding zaman-zaman terdahulu? Jika benar zaman kita sangat berbeda, niscaya tak ada lagi gunanya kitab suci. Begitu pula berbagai pedoman pendidikan yang ditulis orang-orang terdahulu, tak ada satu pun yang dapat kita ambil sebagai petunjuk. Kita benar-benar menghadapi situasi yang tak dapat kita rumu

Untungnya Melahirkan itu Sakit... :)

Oleh: Mohammad Fauzil Adhim Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.” (QS. Ali Imran, 3: 190-191)   Bukan kebetulan kalau melahirkan itu sakit. Andaikata Allah Ta’ala menghendaki, tak ada yang sulit untuk menghapus rasa sakit itu. Mudah pula bagi Allah Ta’ala untuk mencabut susah payah yang dirasakan oleh ibu-ibu hamil sejak awal mengandung hingga siap melahirkan. Cukuplah bagi Allah Ta’ala bertitah “Kun!” maka jadilah apa yang Ia kehendaki. Ingatlah ketika Allah Ta’ala berfirman, “Allah Pencipta langit dan bumi, dan bila Dia berkehendak (untuk menciptakan) sesuatu, maka (cukuplah) Dia hanya m

Table Manner for Kids

Oleh: Winda Maya Frestikawati nners begin at home. Kids are natural mimics who act like their parents despite every effort to teach them good manners.” Secara alami anak akan meniru perilkau orang tuanya, daripada melakukan hal-hal baik yang diajarkan oleh orang tuanya.Hal ini mencari tugas besar orang tua untuk bisa menjadi orang tua yang baik bagi anak-anaknya. Alih-alih mencari bagaimana cara atau kurikulum yang cocok untuk anak, lebih baik langsung memberikan contoh yang baik melalui perilaku sehari-hari pada anak, karena akan menjadi role model anak. Langkah pertama untuk membangun keluarga adalah menyiapkan satu tempat di dalam rumah yang nyaman sebagai tempat untuk saling berbagi, menukar ide, bercengkrama, dan belajar. Dapat dilakukan di ruang keluarga, ruang belajar, atau ruang makan. Umumnya saat ini saat keluarga berkumpul semua memegang gadget, hadir secara fisik di rumah tetapi jiwanya tidak hadir untuk keluarga. Tidak ada gadget di tempat favorit keluarga misal meja

Rumah Peradaban, :)

Oleh: Winda Maya Frestikawati Diskusi pada hari Rabu, 25 September 2014 kemarin, memiliki topik   Memaknai Rumah sebagai Basis Peradaban,  dengan subtopik Makna belajar, peran orang tua dan lingkungan . Dipimpin langsung oleh Bunda Septi Peni Wulandani, diskusi kali ini lebih kepada hal teknis pada pelaksanaan  home education. Bakat setiap anak berbeda- beda dan unik. Tugas orang tua adalah mengeluarkan bakat alamiah anak sampai menjadi hal produktifnya di masa depan. Tahap yang perlu dilakukan orang tua hingga menemukan bakat unik anak antara lain : Usia 0-7 tahun ajaklah anak-anak untuk kaya akan wawasan. Pebanyak mengenal ayat-ayat Allah yang tersebar di muka bumi. Berikan hal wajib yang tertulis di Al Qur’an dan Al Hadist. Contohnya : Disana tidak ada perintah sekolah, melainkan yang ada adalah Iqra’ dan Thalabul Ilmi. Sekolah adalah salah satu cara, bukan satu-satunya cara. Tahapan anak kaya wawasan adalah iman, akhlak, dan adab. Maka sarana mengenal ayat-ayat Allah tersebut

Mendidik Anak ala Rasulullah

Oleh: Winda Maya Frestikawati Dari Ibnu Abbas  radhiyallahu ‘anhu , ia berkata : Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam bersabda,”Ajarilah, permudahlan, jangan engkau persulit, berilah kabar gembira, jangan engkau beri ancaman. Apabila salah seorang dari kalian marah, hendaknya diam.” (Diriwayatkan oleh Ahmad dan Bukhari dalam kitab al Adab al Mufrad) Berbagai metode pendidikan dapat disimpulkan dari hadist-hadist Nabi shallallahu ‘alayhi wa sallam  dan perilaku sosial beliau kepada anak-anak. Selain itu, dari dialog langsung yang beliau lakukan kepada anak-anak atau kepada para bapak tentang cara memperlakukan anak-anak mereka. Banyaknya metode Islam ini dapat dipakai oleh para orang tua dan pendidik untuk diterapkan dalam setiap aspek kehidupan anak, baik dari sisi akal maupun kejiwaannya. Karena metode inilah yang nantinya menerangi jalan mereka, mempersembahkan berbagai solusi untuk permasalahan-permasalahan yang mereka hadapi dalam membangun kepribadian, bimbingan dan pembent

Pendidik Sukses :) Orangtua Sukses!

Oleh: Winda Maya Frestikawati Ada karakter-karakter mendasar yang apabila seorang pengajar memilikinya, maka akan banyak membantunya dalam melakukan aktivitas pendidikan. Kesempurnaan manusia hanya dimiliki oleh para rasul ‘alayhimussalam. Tetapi setiap orang boleh berusaha sekuat tenaga dan melatih diri untuk bisa memiliki akhlak yang baik dan sifat-sifat yang terpuji. Terlebih lagi apabila dia menjadi teladan dalam dunia pendidikan yang diperhatikan dan ditiru oleh generasi baru bahwa dia adalah guru dan pembimbing mereka. Berikut ini adalah karakter-karakter yang seharusnya dimiliki oleh seorang pendidik. Semoga Allah memberikan taufik kepada kita semua agar dapat memiliki sifat-sifat tersebut. #Tenang dan tidak terburu-buru. Rasulullah Shallallahu ‘alayhi wa sallam  bersabda kepada Asyaj bin Abdil Qais, “Sesungguhnya pada dirimu terdapat dua perkara yang dicintai Allah, tenang dan terburu-buru”. Diriwayatkan oleh Muslim dari Ibnu Abbas. #Lembut dan tidak kasar Rasulullah Sh

Komunikasi Produktif

Oleh: Winda Maya Frestikawati Kuliah Perdana diawali dengan materi dasar yang paling krusial dalam kehidupan berumah tangga yaitu komunikasi. Komunikasi yang terhambat antar anggota keluarga dapat berakitbat renggangnya ikatan kekeluargaan, sebaliknya komunikasi yang produktif dapat menguatkan bonding keluarga. The Magic Communication 1. Fokus pada solusi bukan Masalah Ketika anak atau diri mulai salah, fokus pada solusi dulu bukan masalah yang dihadapi. contoh : Suatu waktu anak memecahkan gelas kesayangan anda. Saat anak belajar membawa gelas lagi pada hari lain, bukan diingatkan pada masalah yang dihadapi anak kemarin yaitu memecahkan gelas, biasaya orang tua bilang hal berikut “hati-hati kemarin pecah lho gelasnya nak”, tapi bicarakan solusinya “nak kalo kali ini kamu mau bawa gelas, fokus ya nak bawa gelasnya, konsentrasi dan pegangnya yang kuat ya nak”. Jangan diingatkan pada kegagalannya. Jika nanti pecah lagi tidak apa-apa, nanti dicoba lagi. Jangan pernah bicarakan kepa

Home Education (1)

Oleh: Winda Maya Frestikawati Pekan lalu saya dan suami berkesempatan mengikuti sebuah seminar parenting yang diselenggarakan oleh Institut Ibu Profesional Bandung, seminar tentang  Home Education   yang bertajuk “ Pendidikan berbasis Potensi dan Akhlak bersama Keluarga dan Komunitas ” diisi oleh pakar home education yaitu Bapak Harry Santosa (founder MLC sekaligus praktisi HE sejak 1994) dan Bunda Septi Peni Wulandani (founder IIP sekaligus praktisi HE sejak 1996). Sebagai pasangan suami istri baru, banyak ilmu baru yang kami dapatkan dari kegiatan ini, mulai dari konsep  home education  sampai hal teknisnya. Dari kegiatan ini, panitia menginisiasi sebuah group yang langsung dibimbing oleh kedua pakar tersebut. Semoga jalan mencari ilmu untuk memantaskan diri memenuhi hak anak kami nanti, yaitu  mendapatkan ayah dan ibu yang baik , dipermudah oleh Allah SWT, Aamiin yaa rabbal ‘alamin. Oke kita mulai paparkan dari catatan-catatan penting dari seminar dan diskusi di group. Banyak or

Magic Communication in Parenting

Oleh: Winda Maya Frestikawati Ibu Profesional adalah seorang ibu yang memahami anak dan keluarganya dengan sangat bagus, bisa produktif dan mandiri secara finansial tanpa harus meninggalkan anak-anak dan keluarganya, cekatan dalam menyelesaikan tantangan keluarga dan dirinya serta punya semangat berbagi untuk mengajak ibu dan calon ibu yang lain, mengikuti jejak suksesnya. Institut Ibu Profesional adalah tempat belajarnya para ibu yang ingin menjadi profesional di bidang pendidikan anak dan keluarga. Kali ini founder Institut Ibu Profesional, Ibu Septi Peni Wulandari hadir di Bandung untuk berbagi ilmu-ilmu dalam keluarga. Berikut beberapa rangkuman kuliah umum ini. Komunikasi adalah hal terpenting dalam berkeluarga. Melalui komunikasi masing-masing anggota dapat menyampaikan ide dan gagasan, menyampaikan berbagai hal yang dirasakan, menyampaikan solusi dan lain sebagainya. Kunci mendidik anak – anak adalah memberikan contoh melalui perilaku, langsung praktik, jangan hanya melalui

Renungan!!! :(

Anak-anak memerlukan ketulusan cinta kita kepada mereka. Tetapi itu saja tidak cukup. Betapa banyak orangtua yang mencintai anak anaknya sepenuh kesungguhan dan memberi perhatian dari waktu ke waktu, tetapi anak tetap merasa tidak dicintai. Apalagi di zaman ini kian banyak anak yang bahkan tak sempat merasai belaian tulus penuh kelembutan dari ibunya. Mereka memang lahir dari keluarga terdidik, tapi bukan keluarganya yang paling banyak mengasuhnya. Mereka memang lahir dari ibu yang terpandang, tapi bukan senyuman ibu yang paling sering mereka pandang. Di luar itu, ada anak-anak yang tetap memperoleh limpahan kasih-sayang orangtua, tetapi tak merasa dicintai. Sebabnya, orangtua tak memperhatikan anak-anak dengan baik dan enggan membekali diri dengan ilmu sebagai orangtua. Ini menyebabkan orangtua tak mengenal anak-anaknya dengan baik, tak memahami apa yang menjadi kerisauan anak dan tak memberi perlakuan yang sesuai dengan keadaan anak. Semoga dapat kita renungkan bersama. Repost: On

Mengungkapkan Kemarahan, Menjaga Kemesraan...

Oleh: Mohammad Fauzil Adhim Suatu saat seorang suami datang kepada saya. Belum saya persilakan masuk, laki‐laki muda ini segera duduk dan berbicara panjang lebar, bahkan sebelum memperkenalkan diri dan bertanya apakah saya punya waktu saat itu. Ia terus saja berbicara. Ketika hand‐phone saya berdering dan kemudian saya berbicara dengan penelpon, lelaki ini tetap saja bercerita dengan meluap‐luap. Tak terkendali ia bicara. Saya ke dapur mengambilkan minum untuknya, ia tetap berbicara sendirian. Akhirnya, saya berkesimpulan tamu saya kali ini pastilah mempunyai beban emosi yang sangat berat. Begitu beratnya sehingga ia sudah kehilangan kendali. Ia tak lagi membutuhkan pendengar yang mau mengerti perkataannya. Ia hanya butuh kesempatan untuk menumpahkan isi hati dan kekesalannya dengan tuntas. Pertemuan pertama hampir tak ada yang bisa digali, kecuali bahwa ia mempunyai konflik berat dengan istrinya. Meski waktu masih memungkinkan untuk berbincang panjang dengannya, tetapi saya melihat

Saling Mendekat, :)

Oleh: Mohammad Fauzil Adhim Pernah berselisih dengan isteri? Alhamdulillah, saya pernah. Sebuah perselisihan yang membuat rumah berkurang keindahannya. Bukan karena terjadi pertengkaran besar, tetapi perselisihan “kecil” (adakah perselisihan yang bisa kita sebut kecil?) membuat apa yang indah dan menyenangkan, terasa hambar dan menegangkan. Penghujung malam yang seharusnya mengantarkan kita pada tidur yang tenang, kali ini menyisakan ganjalan perasaan yang membuat tidur kita seakan terjaga. Mata terpejam, tapi hati gelisah. Ingin memicingkan mata, tetapi daya tahan untuk terjaga sudah melemah. Apa yang ingin saya ceritakan kepada Anda? Bukan perselisihan itu, tetapi pelajaran besar yang ada di baliknya. Ketika kita menginginkan rumah-tangga kembali dipenuhi kehangatan, maka kita berusaha untuk mendekatinya dengan tulus dan sungguh-sungguh. Sebab tanpa ketulusan, api yang mulai tersulut tak akan bisa padam, meski api itu masih sangat kecil. Tanpa ketulusan saat mendekati, hati kita aka