Ikhlas, kata yg mudah terucap namun sulit untuk di praktekan. Semacam rumus matematika tanpa angka, hanyalah rimbun tulisan belaka... Namun sulit bukan berarti tidak bisa, kan? Sekarangpun sekarang sedang berjuang bagaimana menggenapkan ikhlas ini di perjalanan hidup saya. Sebuah ilmu yang bukan hanya ditempuh 3 tahun, 4 tahun, atau bahkan 6 tahun. Tapi sebuah ilmu yang selalu menempa kita bahkan untuk seumur hidup kita. Bukan hanya dari ujian tulis saja, ujian praktek saja, tes kesehatan saja, atau tes psikologi saja... Yang ketika hari itu dinyatakan lulus, maka masuklah kita ke dunia yg kita inginkan... Ikhlas menguji kita setiap saat, setiap waktu. Seperti halnya sabar... Ia menjanjikan sesuatu yang indah, berkahNya. Bukankah sesuatu yg berkah lebih baik daripada yang mewah? Sulit? Memang ada kenikmatan yg prosesnya instan? Ingin makan pisang saja, pak tani harus menanamnya dari tunas, tumbuh menunggu waktu, menunggu pisang berbunga, berbuah, menjadi tua, dan masak... :)
Berikut adalah obrolan ustadz Mohammad Fauzil Adhim yg berkaitan dengan ikhlas dan cukup untuk suplay semangat saya dalam menempa ilmu ikhlas. Di post di akun facebook beliau, dan saya terkesima dengan ilmu yang belia torehkan disini. Karena saat semua bilang ikhlas itu sulit, dari sini saya menemui titik terang bahwa ikhlas itu sepenuh hati dan berproses, bukan terpaksa... Semoga bermanfaat ya...
Judulnya "Ikhlas tak Berarti Ringan Hati"
Ikhlas itu melakukan amal dan ibadah semata-mata untuk mencari wajah Allah Ta'ala; mengharap ridha-Nya sepenuh kerinduan. Amal yang kecil bernilai sangat besar bersebab niat ikhlas. Sebaliknya amal yang amat besar, tak bernilai sama sekali karena salah niat.
Ikhlas tidak berhubungan dengan berat-ringannya melakukan amal & ibadah. Meski sangat berat, jika mengerjakannya karena taat, itulah ikhlas. Ringannya hati bershadaqah bukan menandakan ikhlas. Sebaliknya meski amat berat terasa, jika ridha Allah Ta'ala tujuannya, itulah ikhlas. Inilah yang sering rancu atau bahkan dirancukan sehingga mendatangkan syubhat betapa mendidik niat seolah penghalang amal.
Amat banyak kita jumpai perkataan syubhat, "Lebih ikhlas mana sedekah 1000 dengan sedekah 10 juta?" Padahal ini bukan berkait dengan ikhlas. Ringan hati tidak menandakan ikhlasnya hati seseorang, sebagaimana beratnya perasaan bukan berarti niatnya tak bersih. Seseorang yang sedang sangat mengingini benda untuk dibeli, tapi membatalkan meski berat hati karena tahu ada amal yang lebih utama untuk kemuliaan agama ini, maka itulah ikhlas.
Sesungguhnya ta'at itu tak menuntut ringannya hati melaksanakan, tetapi bersihnya niat meskipun terasa sangat berat. Kita mungkin sangat tidak menyukai kewajiban itu, tetapi jika bersungguh-sungguh mengerjakan karena memuliakan perintah-Nya, itulah ikhlas.
Mari sejenak kita mengingat firman Allah Ta'ala:
ﻛُﺘِﺐَ ﻋَﻠَﻴْﻜُﻢُ ٱﻟْﻘِﺘَﺎﻝُ ﻭَﻫُﻮَ ﻛُﺮْﻩٌ ﻟَّﻜُﻢْ ۖ ﻭَﻋَﺴَﻰٰٓ ﺃَﻥ ﺗَﻜْﺮَﻫُﻮا۟ ﺷَﻴْـًٔﺎ ﻭَﻫُﻮَ ﺧَﻴْﺮٌ ﻟَّﻜُﻢْ ۖ ﻭَﻋَﺴَﻰٰٓ ﺃَﻥ ﺗُﺤِﺒُّﻮا۟ ﺷَﻴْـًٔﺎ ﻭَﻫُﻮَ ﺷَﺮٌّ ﻟَّﻜُﻢْ ۗ ﻭَٱﻟﻠَّﻪُ ﻳَﻌْﻠَﻢُ ﻭَﺃَﻧﺘُﻢْ ﻻَ ﺗَﻌْﻠَﻤُﻮﻥَ
"Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui." (QS. Al-Baqarah, 2: 216).
Mengharap ridha-Nya berarti mengharap apa yang diperintahkan-Nya untuk kita harap; berusaha menyukai apa yang Allah Ta'ala sukai. Bagaimana mungkin kita mengharapkan ridha Allah Ta'ala sementara apa yang diperintahkan-Nya kita anggap rendah dan tak bernilai? Mengharap surga misalnya, itu justru bagian dari ikhlas.
Bersegera melakukan amal & ibadah untuk meraih ampunan Allah Ta'ala juga merupakan bagian dari ta'at dan taqwa. Dengan demikian, mengharap surga sama sekali bukan perusak keikhlasan. Ia justru mengokohkan. Ingatlah firman Allah subhanahu wa ta'ala:
ﻭَﺳَﺎﺭِﻋُﻮٓا۟ ﺇِﻟَﻰٰ ﻣَﻐْﻔِﺮَﺓٍ ﻣِّﻦ ﺭَّﺑِّﻜُﻢْ ﻭَﺟَﻨَّﺔٍ ﻋَﺮْﺿُﻬَﺎ ٱﻟﺴَّﻤَٰﻮَٰﺕُ ﻭَٱﻷَْﺭْﺽُ ﺃُﻋِﺪَّﺕْ ﻟِﻠْﻤُﺘَّﻘِﻴﻦَ
"Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertaqwa." (QS. Ali Imran, 3: 133).
Bukankah firman Allah Ta'ala ini sudah sangat jelas?
Wallahu a'lam bish-shawab.
Repost: Onna,
140515 11:52